Kamis, 28 Januari 2010

PENDAFTARAN STMIK AMIKOM





PENDAFTARAN STMIK  AMIKOM

 
Syarat
1.          Warga Negara Indonesia /WNA (Tugas belajar/Ijin belajar)
2.         Jurusan  manajemen  Informatika/system Informatika: SMU & SMK semua jurusan
3.         Jurusan Tehnik Informatika : SMU jurusan IPA dan SMK Teknologi
4.         Menyerahkan 1 (satu) lembar fotocopy NEM/UAN atau raport kelas III yang sudah dilegalisir
5.         Menyerahkan 2 (dua) lembar pas Foto ukuran 3x4
6.         Membayar biaya pendaftaran Rp.100.000,00 untuk dua pilihan
7.         Menyerahkan surat keterangan sehat  jasmani dan rohani
8.         Khusus jurusan Tehnik Informatika tidak buta warna


Pendaftaran & tes tertulis
Gelombang Khusus         :               Pendaftaran mulai 1 Februari 2010  s.d 23 April 2010
                                                                Tes: 28 Februari, 28 Maret, 11 April 2010
                                                                Tes terakhir Gelombang Khusus: Minggu,25 April 2010
Gelombang I                      :               Pandaftaran mulai 24 April 2010 s.d 27 Mei 2010
                                                                Tes: 2,9,16,23 Mei 2010
                                                                Tes terakhir Gelombang I : Minggu, 30 Mei 2010
Gelombang II                     :               Pendaftaran mulai 29 mei 2010 s.d 25 juni 2010
                                                                Tes : 6,13,20 Juni 2010
                                                                Tes terakhir Gelombang II : Sabtu, 26 Juni 2010
Gelombang III                   :               Pendaftaran mulai 26 Juni 2010 s.d 20 Agustus 2010
                                                                Tes : 3,9,17,24,30 Juli; 7,14 Agustus 2010
                                                                Tes terakhir Gelombang III : Sabtu, 21 Agustus 2010




Tempat Pendaftaran
Kampus terpadu STMIK AMIKOM Jl. Ring Road Utara Condong Catur Yogyakarta.
Telp.(0274) 884201 ekstensi 101,Faks (0274) 884208. Website: pmb.amikom.ac.id











Senin, 18 Januari 2010

Abu Nawas Mendemo Tuan Kadi








Pada suatu sore, ketika Abu Nawas sedang mengajar murid-muridnya. Ada dua
orang tamu datang ke rumahnya. Yang seorang adalah wanita tua penjual
kahwa, sedang satunya lagi adalah seorang pemuda berkebangsaan Mesir.
Wanita tua itu berkata beberapa patah kata kemudian diteruskan dengan si
pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas menyuruh
murid-muridnya menutup kitab mereka.
“Sekarang pulanglah kalian. Ajak teman-teman kalian datang kepadaku pada
malam hari ini sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta
batu.”
Murid-murid Abu Nawas merasa heran, namun mereka begitu patuh kepada Abu
Nawas. Dan mereka merasa yakin gurunya selalu berada membuat kejutan dan
berddfa di pihak yang benar.

Pada malam harimya mereka datang ke rumah Abu Nawas dengan membawa
peralatan yang diminta oleh Abu Nawas.
Berkata Abu Nawas,”Hai kalian semua! Pergilah malam hari ini untuk merusak
Tuan Kadi yang baru jadi.”
“Hah? Merusak rumah Tuan Kadi?” gumam semua muridnya keheranan.
“Apa? Kalian jangan ragu. Laksanakan saja perintah gurumu ini!” kata Abu
Nawas menghapus keraguan murid-muridnya. Barangsiapa yang mencegahmu,
jangan kau perdulikan, terus pecahkan saja rumah Tuan Kadi yang baru. Siapa
yang bertanya, katakan saja aku yang menyuruh merusak. Barangsiapa yang
hendak melempar kalian, maka pukullah mereka dan lemparilah dengan batu.”
Habis berkata demikian, murid-murid Abu Nawas bergerak ke arah Tuan Kadi.
Laksana demonstran mereka berteriak-teriak menghancurkan rumah Tuan Kadi.
Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakukan mereka. Lebih-lebih
ketikatanpa basa-basi lagi mereka langsung merusak rumah Tua Kadi. Orang-or-
ang kampung itu berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah
murid-murid Abu Nawas terlalu banyak maka orang-orang kampung tak berani
mencegah.
Melihat banyak orang merusak rumahnya, Tuan Kadi segera keluar dan
bertanya,”Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?”
Murid-murid itu menjawab,”Guru kami Tuan Abu Nawas yang menyuruh kami!”
Habis menjawab begitu mereka bukannya berhenti malah terus menghancurkan
rumah Tuan Kadi hingga rumah itu roboh dan rata dengan tanah.
Tuan Kadi hanya bisa marah-marah karena tidak orang yang berani membelanya
“Dasar Abu Nawas provokator, orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya
kepada Baginda.”
Benar, esok harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian semalam sehingga Abu
Nawas dipanggil menghadap Baginda.
Setelah Abu Nawas menghadap Baginda, ia ditanya. “Hai Abu Nawas apa
sebabnya kau merusak rumah Kadi itu”
Abu Nawas menjawab,”Wahai Tuanku, sebabnya ialah pada suatu malam
hamba bermimpi, bahwasanya Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya.
Sebab rumah itu tidak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih bagus
lagi.Ya, karena mimpi itu maka hamba merusak rumah Tuan Kadi.”
Baginda berkata,” Hai Abu Nawas, bolehkah hanya karena mimpi sebuah
perintah dilakukan? Hukum dari negeri mana yang kau pakai itu?”
Dengan tenang Abu Nawas menjawab,”Hamba juga memakai hukum Tuan Kadi
yang baru ini Tuanku.”
Mendengar perkataan Abu Nawas seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat. la
terdiam seribu bahasa.
“Hai Kadi benarkah kau mempunyai hukum seperti itu?” tanya Baginda.
Tapi Tuan Kadi tiada menjawab, wajahnya nampak pucat, tubuhnya gemetaran
karena takut.
“Abu Nawas! Jangan membuatku pusing! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti
ini !” perintah Baginda.
“Baiklah …… “Abu Nawas tetap tenang. “Baginda…. beberapa hari yang lalu
ada seorang pemuda Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang
sambil membawa harta yang banyak sekali. Pada suatu malam ia bermimpi
kawin dengan anak Tuan Kadi dengan mahar (mas kawin) sekian banyak. Ini
hanya mimpi Baginda. Tetapi Tuan Kadi yang mendengar kabar itu langsung
mendatangi si pemuda Mesir dan meminta mahar anaknya. Tentu saja pemuda
Mesir itu tak mau membayar mahar hanya karena mimpi. Nah, di sinilah
terlihat arogansi Tuan Kadi, ia ternyata merampas semua harta benda milik
pemuda Mesir sehingga pemuda itu menjadi seorang pengemis gelandangan dan
akhirnya ditolong oleh wanita tua penjual kahwa.”
Baginda terkejut mendengar penuturan Abu Nawas, tapi masih belum percaya
seratus persen, maka ia memerintahkan Abu Nawas agar memanggil si pemuda
Mesir. Pemuda Mesir itu memang sengaja disuruh Abu Nawas menunggu di
depan istana, jadi mudah saja bagi Abu Nawas memanggil pemuda itu ke
hadapan Baginda.
Berkata Baginda Raja,”Hai anak Mesir ceritakanlah hal-hal dirimu sejak
engkau datang ke negeri ini.”
Ternyata cerita pemuda Mesir itu sama dengan cerita Abu Nawas. Bahkan
pemuda itu juga membawa saksi yaitu Pak Tua pemilik tempat kost dia
menginap.
“Kurang ajar! Ternyata aku telah mengangkat seorang Kadi yang bejad
moralnya.”
Baginda sangat murka. Kadi yang baru itu dipecat dan seluruh harta bendanya
dirampas dan diberikan kepada si pemuda Mesir.
Setelah perkara selesai, kembalilah si pemuda Mesir itu dengan Abu Nawas
pulang ke rumahnya. Pemuda Mesir itu hendak membalas kebaikan Abu Nawas.
Berkata Abu Nawas,”Janganlah engkau memberiku barang sesuatupun
kepadaku. Aku tidak akan menerimanya sedikitpun jua.”
Pemuda Mesir itu betul-betul mengagumi Abu Nawas. Ketika ia kembali ke
negeri Mesir ia menceritakan tentang kehebatan Abu Nawas itu kepada
penduduk Mesir sehingga nama Abu Nawas menjadi sangat terkenal.
oo000oo

Minggu, 10 Januari 2010

WISATA AIR TERJUN DIKABUPATEN SELUMA, BENGKULU





WISATA AIR TERJUN






























AIR TERJUN BATU BEKINYAU
Dinamakan Batu Bekinyau karena sesuai dengan namanya “Bekinyau” yang berarti memantulkan cahaya. Terletak di desa Lunjuk Kecamatan Seluma Barat Kabupaten Seluma.




























AIR TERJUN LUBUK RESAM

Terletak +/- 35 Km dari pusat kota kabupaten, tepatnya di desa Lubuk resam Kecamatan Seluma Utara Kabupaten Seluma. Air terjun ini memiliki keunikan tersendiri, karena terdiri dari 5 baris air terjun pada satu dinding karang dengan ketinggian +/- 70 m,


























AIR TERJUN AIR MELANCAR
Kawasan air terjun tiga tingkat berlokasi di desa Air Melancar kecamatan Semidang Alas, +/- 50 Km dari pusat kota Kabupaten Seluma














INTER MILAN


Nama Klub : FC. INTERNAZIONALE MILANO
Berdiri tahun : 1908

Alamat : Via Durini 24, 20122 Milano

Telepon : + 39 02 77151

Situs Resmi : www.inter.it

Stadion : Giusseppe Meazza (San Siro)



Sebelum tahun 1908 di kota Milan hanya ada satu klub sepakbola, Milan Cricket and Football Club. Namun pada malam tanggal 9 Maret 1908 berdirilah Internazionale Club Football of Milan yang memisahkan diri dari AC Milan. Para pendiri inter sebenarnya adalah anggota AC Milan yang bercita-cita untuk mendirikan sebuah klub yang universal. Sesuai dengan namanya, Inter menjadi klub pertama di Italia yang memperbolehkan pemain asing di luar Italia untuk memperkuat tim. Bahkan kapten pertama Inter, Mankti, adalah warga negara Swiss. Warna kebanggaan Inter, Emas, Hitam, Biru masih dipakai sampai saat ini.

Prestasi INTER sampai saat ini :
Kompetisi Liga Seri -A : 17 Kali (1909-10, 1919-20, 1929-30, 1937-38, 1939-40, 1952-53, 1953-54, 1962-63, 1964-65, 1965-66, 1970-71, 1979-80, 1988-89, 2005-06, 2006-2007,2007-2008,2008-2009)

Coppa Italia : 5 Kali (1938-39, 1977-78, 1981-82, 2004-05, 2005-06)

Piala Super Italia : 3 Kali (1989, 2005, 2006)

Intercontinental Cup : 2 Kali (1964, 1965)

Piala Champions Eropa : 2 Kali (1963-64, 1964-65)

UEFA Cup : 3 Kali (1990-91, 1993-94, 1997-98)

PASKIBRAKA




PASKIBRAKA adalah singkatan dari PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA. Anggotanya berasal dari pelajar tingkat menengah kelas 1 atau 2. Penyeleksian anggotanya biasanya dilakukan sekitar bulan April untuk persiapan pengibaran pada 17 Agustus di beberapa tingkat wilayah, provinsi dan nasional.











SEJARAH PURNA PASKIBRAKA






Pembentukan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka Tahun 1967 dan 1968
Tahun 1967, Hussein Mutahar dipanggil Presiden Suharto untuk menangani lagi masalah Pengibaran Bendera Pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogjakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok, yaitu:

  • Kelompok 17 / PENGIRING (PEMANDU)
  • Kelompok 8 / PEMBAWA (INTI)
  • Kelompok 45 / PENGAWAL



Ini merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 (17-8-45). Pada waktu itu dengan situasi kondisi yang ada, beliau melibatkan putra daerah yang ada di jakarta dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas Pengibaran Bendera Pusaka.


Semula rencana beliau untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari para Mahasiswa AKABRI (Generasi Muda ABRI). Usul lain menggunakan anggota Pasukan Khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, MARINIR dan BRIMOB) juga tidak mudah, akhirnya diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi dan sekaligus mereka bertugas di Istana Negara Jakarta.


Pada 17 Agustus 1968, petugas pengibar Bendera Pusaka adalah para pemuda utusan propinsi. Tetapi propinsi-propinsi belum seluruhnya mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh ex-anggota pasukan tahun 1967.


5 Agustus 1969 di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Presiden Suharto kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Bendera duplikat (dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakrta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan.
Pada tahun itu resmi anggota PASKIBRAKA adalah para remaja siswa SMTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari 26 propinsi di Indonesia, dan tiap propinsi diwakili oleh sepasang remaja. Dari tahun 1967 sampai tahun 1972 anggota yang terlibat masih dinamakan sebagai anggota "Pengerek Bendera". Pada 1973 Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian PENGIBAR, RA berarti BendeRA dan KA berarti PusaKA, mulai saat itu singkatan anggota pengibar bendera pusaka adalah PASKIBRAKA.





Beberapa hari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI pertama. Presiden Soekamo memberi tugas kepada ajudannya,Mayor M. Husein Mutahar untuk mempersiapkan upacara peringatanDetik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1946, dihalaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.

Pada saat itu, sebuah gagasan berkelebat di benak Mutahar. Alangkah baiknya bila persatuan dan kesatuan bangsa dapat dilestarikan kepada generasi muda yang kelak akan menggantikan para pemimpin saat itu. Pengibaran bendera pusaka bisa menjadi simbol kesinambungan nilai-nilai perjuangan. Karena itu, para pemudalah yang harus mengibarkan bendera pusaka. Dari sanalah kemudian dibentuk kelompokkelompok pengibar bendera pusaka, mulai dari lima orang pemuda - pemudi pada tahun 1946 —yang menggambarkan Pancasila.Namun, Mutahar mengimpikan bila kelak para pengibar bendera pusaka itu adalah pemuda-pemuda utusan dari seluruh daerah di Indonesia. Sekembalinya ibukota Republik Indonesia ke Jakarta, mulai tahun 1950 pengibaran bendera pusaka dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta. Regu-regu pengibar dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan Rl sampai tahun 1966. Para pengibar bendera itu memang para pemuda, tapi belum mewakili apa yang ada dalam pikiran Mutahar. Tahun 1967, Husain Mutahar kembali dipanggil Presiden Soeharto untuk dimintai pendapat dan menangani masalah pengibaran bendera pusaka. Ajakan itu, bagi Mutahar seperti "mendapat durian runtuh" karena berarti ia bisa melanjutkan gagasannya membentuk pasukan yang terdiri dari para pemuda dari seluruh Indonesia. tersirat dalam benak Husain Mutahar akhirnya menjadi kenyataan. Setelah tahun sebelumnya diadakan ujicoba, maka pada tahun 1968 didatangkanlah pada pemuda utusan daerah dari seluruh Indonesia untuk mengibarkan bendera pusaka. Sayang, belum seluruhnya provinsi bisa mengirimkan utusannya, sehingga pasukan pengibar bendera pusaka tahun itu masih harus ditambah dengan eks anggota pasukan tahun 1967.


Selama enam tahun, 1967-1972, bendera pusaka dikibarkan oleh para pemuda utusan daerah dengan sebutan “Pasukan Penggerek Bendera Pusaka”. Nama, pada kurun waktu itu memang belum menjadi perhatian utama, karena yang terpenting tujuan mengibarkan bendera pusaka oleh para pemuda utusan daerah sudah menjadi kenyataan. Dalam mempersiapkan Pasukan Penggerek Bendera Pusaka, Husein Mutahar sebagai Dirjen Udaka (Urusan Pemuda dan Pramuka) tentu tak dapat bekerja sendiri. Sejak akhir 1967, ia mendapatkan dukungan dari Drs Idik Sulaeman yang dipindahtugaskan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dari Departemen Perindustrian dan Kerajinan) sebagai Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan. Idik yang terkenal memiliki karakter kerja sangat rapi dan teliti, lalu mempersiapkan konsep pelatihan dengan sempurna, baik dalam bidang fisik, mental, maupun spiritual. Latihan yang merupakan derivasi dari konsep Kepanduan itu diberi nama ”Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Setelah melengkapi silabus latihan dengan berbagai atribut dan pakaian seragam, pada tahun 1973 Idik Sulaeman melontarkan suatu gagasan baru kepada Mutahar. ”Bagaimana kalau pasukan pengibar bendera pusaka kita beri nama baru,” katanya. Mutahar yang tak lain mantan pembina penegak Idik di Gerakan Pramuka menganggukkan kepala. Maka, kemudian meluncurlah sebuah nama antik berbentuk akronim yang agak sukar diucapkan bagi orang yang pertama kali menyebutnya. Akronim itu adalah PASKIBRAKA, yang merupakan singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. ”Pas” berasal dari kata pasukan, ”kib” dari kata kibar, ”ra” dari kata bendera dan ”ka” dari kata pusaka. Idik yang sarjana senirupa lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itupun juga segera memainkan kelentikan tangannya dalam membuat sketsa. Hasilnya, adalah berbagai atribut yang digunakan Paskibraka, mulai dari Lambang Anggota, Lambang Korps, Kendit Kecakapan sampai Tanda Pengukuhan (Lencana Merah-Putih Garuda/MPG). Nama Paskibraka dan atribut baru itulah yang dipakai sejak tahun 1973 sampai sekarang. Sulitnya penyebutan akronim Paskibraka memang sempat mengakibatkan kesalahan ucap pada sejumlah reporter televisi saat melaporkan siaran langsung pengibaran bendera pusaka setiap tanggal 17 Agustus di Istana Merdeka. Bahkan, tak jarang wartawan media cetak masih ada yang salah menuliskannya dalam berita, misalnya dengan ”Paskibrata”. Tapi, bagi para anggota Paskibraka, Purna (mantan) Paskibraka maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya, kata Paskibraka telah menjadi sesuatu yang sakral dan penuh kebanggaan.

Memang pernah, suatu kali nama Paskibraka akan diganti, bahkan pasukannya pun akan dilikuidasi. Itu terjadi pada tahun 2000 ketika Presiden Republik Indonesia dijabat oleh KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kata ”pusaka” yang ada dalam akronim Paskibraka dianggap Gus Dur mengandung makna ”klenik”. Untunglah, dengan perjuangan keras orang orang yang berperan besar dalam sejarah Paskibraka, akhirnya niat Gus Dur untuk melikuidasi Paskibraka dapat dicegah. Apalagi, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, pada pasal 4 jelas-jelas menyebutkan: (1) BENDERA PUSAKA adalah Bendera Kebangsaan yang digunakan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. (2) BENDERA PUSAKA hanya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus. (3) Ketentuan-ketentuan pada Pasal 22 tidak berlaku bagi BENDERA PUSAKA. (Pasal 22: Apabila Bendera Kebangsaan dalam keadaan sedemikian rupa, hingga tak layak untuk dikibarkan lagi, maka bendera itu harus dihancurkan dengan mengingat kedudukannya, atau dibakar). Itu berati, bila Presiden ngotot mengubah nama Paskibraka, berarti dia melanggar PP No. 40 Tahun 1958. Presiden akhirnya tidak jadi membubarkan Paskibraka, tapi meminta namanya diganti menjadi ”Pasukan Pengibar Bendera Merah-Putih” saja. Hal ini di-iyakan saja, tapi dalam siaran televisi dan pemberitaan media massa, nama pasukan tak pernah diganti. Paskibraka yang telah menjalani kurun sejarah 32 tahun tetap seperti apa adanya, sampai akhirnya Gus Dur sendiri yang dilengserkan.




Cikal bakal berdirinya organisasi alumni Paskibraka sebenarnya dimulai secara nyata di Yogyakarta. Pada tahun 1975, sejumlah alumni (Purna) Paskibraka tingkat Nasional yang ada di Yogya, berkeinginan untuk mendirikan organisasi alumni, lalu mereka menyampaikan keinginan itu kepada para pembina di Jakarta. Para pembina lalu menawarkan sebuah nama, yakni REKA PURNA PASKIBRAKA yang berarti ikatan persahabatan para alumni Paskibraka. Tapi, di Yogya nama itu kemudian digodok lagi dan akhirnya disepakati menjadi PURNA EKA PASKIBRAKA (PEP) Yogyakarta, yang artinya wadah berhimpun dan pengabdian para alumni Paskibraka. PEP DI Yogya resmi dikukuhkan pada 28 Oktober 1976. Seiring dengan itu, para alumni Paskibraka di Jakarta kemudian meneruskan gagasan pendirian organisasi REKA PURNA PASKIBRAKA (RPP). Sementara di Bandung, berdiri pula EKA PURNA PASKIBRAKA (EPP). Namun, dalam perkembangannya, ketiga organisasi itu belum pernah melakukan koordinasi secara langsung untuk membentuk semacam forum komunikasi di tingkat pusat. Sementara itu, di daerah lain belum ada keinginan untuk membentuk organisasi, karena jumlah alumninya masih sedikit — berbeda dengan Jakarta, Bandung dan Yogya yang menjadi kota tujuan para alumni Paskibraka untuk melanjutkan sekolah. Sampai awal 80-an, alumni Paskibraka di daerah lain hanya dibina melalui Bidang Binmud Kanwil Depdikbud. Mereka selalu dipanggil sebagai perangkat dalam pelaksanaan berbagai upacara dan kegiatan. Mereka dilibatkan dalam kegiatan pembinaan generasi muda, karena dianggap potensial sesuai predikatnya.

Tahun 1980, Direktorat Pembinaan Generasi Muda (PGM) berinisiatif untuk mendayagunakan potensi alumni berbagai program yang telah dilaksanakan, termasuk program pertukaran pemuda Indonesia dengan luar negeri (saat itu baru CWY atau Indonesia-Kanada dan SSEAYP atau Kapal Pemuda ASEAN-Jepang). Organisasi itu diberi nama PURNA CARAKA MUDA INDONESIA (PCMI). Maka, selain di Jakarta, Bandung dan Yogya, seluruh Purna Paskibraka di daerah lainnya digabungkan dalam PCMI. Hal itu berlangsung sampai tahun 1985, ketika Direktorat PGM ”menyadari” bahwa penggabungan Purna Paskibraka dengan alumni pertukaran pemuda bukanlah sebuah pilihan yang tepat. Karena itu, sebagai hasil dari Lokakarya Pembinaan Purna Program Binmud di Cisarua, Bogor —yang dihadiri oleh para Kabid Binmud seluruh Indonesia serta para alumni Paskibraka dan pertukaran pemuda— dikeluarkan SK Dirjen Diklusepora No. Kep.091/ E/O/1985 tanggal 10 Juli 1985 yang memisahkan para alumni dalam dua organisasi, masing-masing PCMI untuk alumni pertukaran pemuda dan PURNA PASKIBRAKA INDONESIA (PPI) untuk alumni Paskibraka. Dengan alasan untuk menjaga agar keputusan itu tidak ”mencederai hati” para Purna Paskibraka yang telah lebih dulu mendirikan PEP, RPP dan EPP, maka ditetapkanlah bahwa PPI adalah organisasi binaan Depdikbud yang bersifat regionalprovinsial. Artinya, organisasi itu ada di tiap provinsi namun tidak mempunyai Pengurus di tingkat pusat. Itu, sebenarnya sebuah pilihan yang sulit, bahkan ”absurd”. Bagaimana sebuah organisasi bernama sama dan ada di tiap provinsi tapi tidak mempunyai forum komunikasi dan koordinasi di tingkat pusat. Ternyata, hal itu dipicu oleh kekhawatiran organisasi kepemudaan ”tunggal” asuhan pemerintah yang melihat PPI adalah sebuah ancaman. Namun, dengan kegigihan para Purna Paskibraka yang ada di Jakarta, akhirnya kebekuan itu dapat dicairkan. Empat tahun harus menunggu dan bekerja keras untuk dapat menghadirkan Pengurus PPI daerah dalam sebuah Musyawarah Nasional (Munas). Tanggal 21 Desember 1989, melalui Munas I di Cipayung, Bogor, terbentuklah secara resmi PPI Pusat, lengkap dengan perangkat Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).